Perjalanan Jibril Ke Bumi

 

http://www.bl.uk/manuscripts/Viewer.aspx?ref=add_ms_12307_fs001r






















Perjalanan Jabarail (Gabriel)
atau Jibril ke bumi melambangkan beberapa warna yang nantinya menjadi
perjalanan manusia. Entah ini kemudian yang dinamakan nafsu atau dominasi atas
keinginan. Perjalanan itu kemudian disimbolkan dengan beragam warna; hitam,
putih, biru, kuning. Hitam menjadi wujud atas reget atau kotoran, putih
adalah lambang dari apa yang ada di bumi, lambang kejernihan. Biru, mewakili
warna air baik di laut ataupun yang mengalir di sungai-sungai. Sedangkan kuning
adalah perlambangan dari pegunungan, dari bukit-bukit.

Dengan
kata lain, bumi adalah sebuah proses pada sejatinya. Tempat pada esensinya.
Tempat bagi semua makhlukNya, tempat untuk menjalani proses kehidupan yang –
menurut pendekatan Buddha memiliki dua ruang, ruang konsekwensi dan ruang
kompensasi. Bumi itu tampak juga kering, pun tampak juga basah.

Jibril
menyaksikan perbedaan Adam dengan Adazil, dari penciptaannya dan bahan
penciptaan. Ketika Jibril melihat kecerdasan Adam maka ia menarik diri untuk
mengunggulkan diri. Adam memiliki kecerdasan yang luar biasa, melebihi
kecerdasan malaikat. Walaupun begitu manusia atau Adam memiliki potensi kadukaning
Pangeran
, ada potensi membuat murka Tuhan.

Ketika
Adazil melenggang meninggalkan pasinggahan, maka Jibril dan Adam mundur sedikit
karena takut (hurmat) kepada Tuhan. Sukma itu takut dan – lalu menyadari bahwa
ia tidak kekal dan akan sirna. Ketika Jibril itu turun ke Bumi dan menyaksikan
segala yang ada di bumi, Mika’il menyaksikan praptaning bumi. Israil pun
demikian, ketika menyaksikan ngalaka, Israfil melihat Marcapada (tempat
makhluk hidup). Dengan kata lain tugas setiap malaikat di bumi memiliki ruang
masing-masing.

Malaikat
dikatakan bahwa ia tercipta dari cahaya. Dari cahyaningdumadi, cahaya
tidak melulu diartikan sinar. Cahaya memiliki sifat terang pun menyilaukan.
Cahaya merambat cepat sejauh mata memandang. Kadang tiada daya manusia
mengukurnya. Begitulah malaikat. Ia memiliki ruang dan dimensi yang berbeda
dengan manusia sebagai makhluk yang kasar. Makhluk yang terlihat dan berbentuk.
Malaikat juga bisa diartikan sifat. Artinya manusia juga memiliki persifatan
seperti malaikat.

Jibril
menyaksikan apa-apa yang ada di bumi dengan isarat warna yang bermacam-macam.
Artinya, apapun yang ada di bumi juga beragam, mendo-mendo dan lain
sebagainya. Warna-warna inilah yang hari ini menjadi tanda bahwa alam semesta
memiliki kecenderungan untuk saling mengisi satu sama lain. Manusia diharap
bekerja sama dengan alam semesta yang menaunginya.

Hal
inilah yang kemudian menjadi dasar bahwa pertama, Jibril dianggap
sebagai penyampai wahyu Tuhan kepada Nabi Muhammad. Kedua, Jibril juga
sebagai lantaran nikmat Tuhan untuk mahluknya. Sehingga wajar jika Jibril berjalan
ke bumi yang disaksikan pertama adalah keberagaman. Tentu hal ini diperkuat
dengan adanya ragam manusia dengan ragam budaya masing-masing. Ragam negara,
bangsa dan karakter yang beragam, pun keberagamaannya.















Tentu
uraian ini jauh dari kebenaran, tetapi interpretasi ini tidak lain adalah
sumbangan khasanah pemikiran dan upaya menjaga warisan keilmuan dan budaya yang
diberikan oleh para leluhur.[]

Komentar