Multaqo.com – Dalam kehidupan sosial pastilah beragam praktik-praktik sosial yang dilakukan oleh setiap elemen masyarakat. Dengan status sosialnya, tentu setiap orang harus berlaku sesuai fungsinya, tanpa melupakan kemanusiaannya.
Seorang Pengusaha, pedagang dan pemborong bangunan pastilah berlaku sesuai tugas pekerjaannya. Mencari untung itu wajar, wong namanya juga manusia usaha. Namun yang perlu digaris bawahi adalah cara mencari keuntungannya.
Tentu dengan sistim bisnis, jual beli dan kongsi yang benar dan tidak merugikan siapapun. Ini perlu menjadi perhatian penting.
Seorang guru, kyai, ustad, atau siapapun yang mengabdikan diri untuk menjaga dan berlaku seperti sumber mata air bagi manusia yang dahaga oleh teriknya dan keringnya kehidupan, pun demikian.
Tidak sepatutnya berlaku ingin dihormati atau ingin dipuji, kalau gaji atau bisyarohnya tidak sesuai ekspektasi, nanti malah nesu, grundel dan akhirnya muncul rasa tidak ikhlasnya.
Artinya, apapun status sosial atau pekerjaan kita yang menyangkut kepentingan orang banyak seharusnya tidak berpotensi merugikan atau menutup rejeki orang lain.
Dalam salah satu pengajian, KH. Bahaudin Nursalim, atau yang lebih akrab disapa Gus Baha menjelaskan, bahwa yang sering dipahami oleh kebanyakan orang adalah membaca istighfar itu jika konteksnya adalah kesalahan. Namun, dalam kebaikan juga seharusnya ada istighfar.
Lah kok bisa? Dalam kebaikan ada istighfar, bukankan yang sudah baik pasti mendapat pahala dan tempat yang indah di sisi Tuhan?
Ternyata, menurut Gus Baha ada satu hal yang perlu dipahami perihal istighfar dalam kebaikan. Saya sebagai santri menyebutnya istighfar sosial.
![]() |
Multaqo.com Gus Baha |
Gus Baha menjelaskan bahwa, “Ketika kita istighfar itu masih butuh istighfar yang lain, nah... dalam kebaikan juga gitu, ketika kita baik jadi orang sholeh ternyata bawaan kita ingin dihormati, dulu sebelum kita sholeh kalau di majlis duduk di belakang tidak tersinggung, tidak diperlakukan terhormat biasa-biasa saja, tapi setelah kita sholeh, setelah kita kyai, setelah kita rektor, kalau nggak duduk di depan itu kayak gak diregani (tidak dihargai), itu termasuk mental-mental yang kurang baik dalam ilmu tasawuf, justru setelah kita terpelajar malah mintanya aneh-aneh, padahal agama ini hanya mengajarkan; wa ma umiru ila liya’budullaha mukhlisina lahu addin, agama ini hanya mengajarkan bahwa kalau ingin jadi orang sholeh maka jadi orang sholeh yang ikhlas, jadi dosen, ya dosen yang ikhlas, jadi kyai, kyai yang ikhlas, jadi rektor, ya rektor yang ikhlas, soalnya biaya tidak ikhlas itu mahal.”
Artinya apa? Keikhlasan itu bukan hanya diam dan nriman begitu saja, tetapi memahami tugas dan status sosial itu bukan untuk membanggakan dirinya, atau kesholehannya, atau kekiyaiannya atau kekayaannya.
Tetapi memahami bahwa itu adalah titipan dan menjadi tanggung jawab sosial bagi kita agar selalu menjaga kemanusiaan dan tidak merugikan siapapun.
Dalam surat al Bayyinah ayat 5 di atas;
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
Wa mā umirū illā liya'budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā`a wa yuqīmuṣ-ṣalāta wa yu`tuz-zakāta wa żālika dīnul-qayyimah
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”*
Yang mana, agama menuntun pada konteks privat dengan Tuhan, dan kemanfaatan sosial dengan semua masyarakat.
Oleh sebab itu, Istighfar sosial menjadi kunci agar kebaikan itu tidak hanya dipahami untuk dirinya sendiri, kemanfaatan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk semua orang, bahkan alam yang luas ini, dengan tidak merusaknya.
Dengan demikian, satu hal yang menjadi sangat penting adalah, berlaku biasa-biasa saja dalam hidup ini, karena sekali lagi, biaya tidak ikhlas itu sangat mahal.[]
*Referensi: https://tafsirweb.com/12921-quran-surat-al-bayyinah-ayat-5.html
Komentar
Posting Komentar