Ketika ketenangan itu sudah terkunci di dalam diri maka yang muncul adalah aktualisasi nilai dari ketenangan itu. Apa bentuknya? Bentuknya adalah kebajikan. Ketika menanam kebaikan maka yang tumbuh adalah kebaikan.
Proses menentukan apa yang akan ditanam di taman kehidupan ini adalah proses mencari ketenangan, jika di dalam Surat Ar Rad ayat 28 dikatakan bahwa dengan mengingat Tuhan kita akan menjadi tenang hatinya.
Maka wajar jika dengan ketenangan itu nilai yang muncul dan keluar adalah kebahagiaan, dan out-putnya adalah kebaikan kepada siapapun.
Sebagai manusia yang beriman, kita tentu akan selalu berbuat baik kepada siapapun. Hal ini bukan karena mengharap imbalan, tetapi energi dari keimanan itulah yang membuat kita menjadi pribadi yang melakukan kebaikan kepada siapapun.
Ibarat menanam padi yang tumbuh tidak hanya padi, tetapi rumput secara alami akan membersamai. Maka begitu juga dengan kebaikan, ia akan diiringi oleh berbagai kondisi yang bisa membatalkan kebaikan itu.
Tetapi karena landasan iman yang kuat, maka kebaikan itu akan mengalir begitu saja, tanpa ada rasa untuk menyerah dalam melakukan kebaikan.
Karena di dalam Surat Ar Rad ayat 29 dikatakan bahwa;
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ طُوْبٰى لَهُمْ وَحُسْنُ مَاٰبٍ
Bahwa orang yang beriman dan melakukan kebaikan, maka ia akan mendapatkan kebaikan dan tempat kembali yang baik.
Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan telah memberikan satu kondisi semangat kepada manusia agar ia melakukan kebaikan kepada siapapun dengan iringan keimanan yang kuat kepada Tuhan.
Dengan begitu ketika seseorang mengingat Tuhannya, maka energi keimanan yang berupa kebaikan kepada siapapun akan terpancar darinya.
Itulah maksud dari surat Ar Rad ayat 29, yang mana kontekstualisasinya adalah ketika ada seseorang yang bersikap atau memiliki peringai yang tidak baik, maka hal yang perlu kita ingat adalah kebesaran Tuhan menciptakan orang seperti itu, sehingga bukan menghakimi tetapi tetap memandang manusia lain sebagai ciptaan Tuhan tanpa merendahkan atau mengkultuskan.
Setiap manusia tentu memiliki tujuan dan misi di dalam hidupnya. Dari yang menjadi buruh, tukang sapu, tukang becak, pemiliki toko klontong, guru, politisi, dan lain sebagainya. Ini hal yang wajar, karena manusia lahir dengan ragam pemikiran dan ide yang luar biasa.
![]() |
Sumber: Pixabay.com |
Ide dan pemikiran inilah yang membuatnya lebih unggul dari mahluk-mahluk yang lain. Bahkan saking sengit dan irinya setan, sampai-sampai berusaha mengelabuhi manusia dan membuatnya menjadi sangat rendah.
Ada satu pesan ibarah yang mengatakn bahwa jika manusia itu baik, maka kebaikannya akan melebihi malaikat, tetapi sebaliknya jika manusia itu berbuat keburukan maka keburukannya akan melebihi keburukan setan.
Karenanya, ide dan pikiran manusia itulah yang menjadikannya memiliki tujuan dan visi dalam hidupnya. Tetapi perlu diingat, Allah menciptakan manusia dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Bahkan perihal perubahan nasib saja, ia tidak akan dirubah nasibnya oleh Tuhan sebelum ia berusaha mengubahnya sendiri.
Dari sini dapat kita lihat bahwa perjalanan hidup manusia akan selalu pada jalurnya, bahkan jalur itu masing-masing memiliki ciri dan karakteristiknya.
Tidak jarang sama sekali tak bertemu, tetapi kadang bersamaan. Oleh sebab itu tidak bisa juga memaksakan diri untuk berjalan di area yang bukan jalurnya, karena bisa bertabrakan dan kecelakaan.
Hal ini sejalan dengan surat Yasin ayat 40 yang mengatakan bahwa;
لَا الشَّمْسُ
يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ
ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ
Tidaklah mungkin bagi matahari akan bertemu dengan rembulan, seperti halnya tidak akan mungkin malam mendahului siangnya, karena masing-masing beredar pada porosnya.
Secara kontekstual, tujuan manusia terkadang sama tetapi jalan untuk mencapainya itu berbeda, sama halnya dengan GPS yang menunjukan banyak rute tercepat, tergantung kita memilih yang mana dan sesuai dengan kendaraan atau daya dukung perjalanan kita.[]
Komentar
Posting Komentar