Mbok yang Sabar, Menikah itu Memang Penuh Seninya

Menikah adalah kesepakatan


Oleh: Mochamad Rizaldi*

Maunya Lanjut, tapi kurang sabar, begitulah, mungkin rengeng-rengeng di hati kecil seorang suami atau seorang yang di gugat cerai oleh pasangannya. Saya melihat fenomena atau kasus di wilayah Malang baik Kota maupun Kabupaten saat ini terdapat kurang lebih 1.306 pasangan yang  menggugat cerai suaminya.

Padahal kita tahu dampak apa yang terjadi setelah menyandang status janda, ataukah mungkin mereka hanya ingin terbebas dari ikatan sebuah pernikahan ?

Oleh karena itu landasi dulu pernikahan itu dengan ilmu pengetahuan dan ilmu Agama.  Memang betul agama membolehkan perceraian, akan tetapi agama tidak menyukainya. Lantas bagimana dengan buah hati yang tidak tahu apa-apa, imbas dari perceraian itu.

Mengapa anak yang kerap menjadi korban, bagiaman dengan mental healtnya, atau perceraian itu sudah menjadi momok dan harus dilakukan demi kepentingan pribadinya? Atau sebaliknya, memang perceraian harus menjadi jalan satu-satunya, dan menganggap apa yang dialami anak nantinya sebagai resiko.

Sebuah beban mental bagi seorang anak kelak yang akan tumbuh besar, mungin sikisnya yang perlu kita bantu kuatkan buat mengantisipasi bulliying terhadap anak tersebut.

Oleh karena itu kami berpesan kepada pembaca sekalian dan diri saya khususnya untuk selalu menjaga keharmonisan rumah tangga kita.

Bagi pemuda pemudi yang belum menikah ingat pernikahan itu bukan sebuah ajang kopetisi tapi pernikahan itu sebuah umpama berlayar yang melewati segala macam rintangan baik angin,ombak dls untuk mencapai sebuah tujuan yang indah yaitu Sakinah, Mawadah, dan Rohmah. Artinya nikahlah atas dasar ibadah bukan hanya nafsu sahaja.

 

(*) Mahasiswa STIT IBNU SINA Malang, Prodi Pendidikan Agama Islam. Ia juga salah satu anggota Pusat Kajian Pendidikan dan Kebudayaan Ave Cena. Tulisan ini adalah isi dan pemikiran dari penulis.

Komentar