Maunya Lanjut, tapi kurang sabar, begitulah, mungkin rengeng-rengeng
di hati kecil seorang suami atau seorang yang di gugat cerai oleh pasangannya. Saya
melihat fenomena atau kasus di wilayah Malang baik Kota maupun Kabupaten saat
ini terdapat kurang lebih 1.306 pasangan yang menggugat cerai suaminya.
Padahal kita tahu dampak apa yang terjadi setelah menyandang status
janda, ataukah mungkin mereka hanya ingin terbebas dari ikatan sebuah
pernikahan ?
Oleh karena itu landasi dulu pernikahan itu dengan ilmu pengetahuan
dan ilmu Agama. Memang betul agama
membolehkan perceraian, akan tetapi agama tidak menyukainya. Lantas bagimana
dengan buah hati yang tidak tahu apa-apa, imbas dari perceraian itu.
Mengapa anak yang kerap menjadi korban, bagiaman dengan mental
healtnya, atau perceraian itu sudah menjadi momok dan harus dilakukan demi
kepentingan pribadinya? Atau sebaliknya, memang perceraian harus menjadi jalan
satu-satunya, dan menganggap apa yang dialami anak nantinya sebagai resiko.
Sebuah beban mental bagi seorang anak kelak yang akan tumbuh besar,
mungin sikisnya yang perlu kita bantu kuatkan buat mengantisipasi bulliying
terhadap anak tersebut.
Oleh karena itu kami berpesan kepada pembaca sekalian dan diri saya
khususnya untuk selalu menjaga keharmonisan rumah tangga kita.
Bagi pemuda pemudi yang belum menikah ingat pernikahan itu bukan
sebuah ajang kopetisi tapi pernikahan itu sebuah umpama berlayar yang melewati
segala macam rintangan baik angin,ombak dls untuk mencapai sebuah tujuan yang
indah yaitu Sakinah, Mawadah, dan Rohmah. Artinya nikahlah atas dasar ibadah
bukan hanya nafsu sahaja.
(*) Mahasiswa STIT IBNU SINA Malang, Prodi Pendidikan Agama Islam. Ia juga salah satu anggota Pusat Kajian Pendidikan dan Kebudayaan Ave Cena. Tulisan ini adalah isi dan pemikiran dari penulis.
Komentar
Posting Komentar