Meneropong Pergantian Tahun Politik 2024

Meneropong Pergantian tahun politik 2024


Oleh: Marita Restiyani*

Pergantian tahun politik dapat menjadi saat yang penting dalam sejarah politik suatu negara dan dapat membawa perubahan signifikan. Hal ini juga sering disertai dengan perdebatan politik, kampanye pemilu, dan partisipasi aktif warga negara dalam proses politik. 

Dalam beberapa kasus, pergantian tahun politik dapat menciptakan momentum bagi reformasi politik atau perubahan sosial yang lebih luas

Pemilihan umum dan pergantian tahun politik selalu menjadi momen penting dalam kehidupan suatu negara. Pada saat-saat ini, isu-isu politik, kampanye, dan perdebatan menjadi sorotan utama masyarakat.

Sayangnya, di tengah antusiasme politik ini, maraknya penyebaran berita palsu atau hoaks telah menjadi masalah serius yang mengancam integritas proses demokrasi.

Fenomena Hoaks ini sebenarnya sudah terjadi sejak dulu , bahkan sejak tahun 1600-an. Namun dalam konteksnya di Indonesia , ia baru marak ketika pintu kebebasan berekspresi dibuka lebar pada era reformasi bersamaan dengan tergulingnya presiden kedua, Soeharto pada tahun 1998.

Sejak di deklarasikan para calon presiden, sudah banyak berita berita hoaks yang saling berterbangan, para pendukung calon saling menjatuhkan  satu sama lain. 

Mereka memberitakan keburukan-keburukan calon presiden, dengan membayar sejumlah media guna menerbitkan berita tersebut.

Mereka berbondong-bondong mengunggulkan capres pilihan yang menguntungkan dirinya serta merugikan lawan politik.

Dan yang lebih mengejutkan kalangan santri menjadi sasaran empuk berita hoaks politik. Hal ini bisa dilihat pada pilpres 2014, dimana  sejumlah masjid dan pesantren di Jawa dikejutkan dengan kiriman tabloid Obor Rakyat. 

Isinya menyudutkan salah satu calon presiden, yakni Jokowi, dengan fitnah yang cukup ekstrim. Tabloid Obor Rakyat ini terbit dua kali yakni pada Mei 2014 dan Juni 2014. Pada masa ini, anehnya. Prabowo sebagai capres kompetitor tidak mendapatkan serangan yang sama.

Mengapa, kalangan santri menjadi sasaran empuk berita hoaks politik? Ada beberapa kemungkinan , yakni pertama, komunitas santri terdiri dari para kyai, santri, habaib merupakan komunitas yang jumlahnya sangat besar khususnya di pulau jawa.  

Kedua, Hubungan antara kyai dan santri, habaib dan pengikutnya, ustadz dan jamaahnya adalah sebuah hubungan mentorship ibarat hubungan bapak-anak dalam sebuah keluarga.

Jika Para komunitas ulama mempercayai berita hoaks tersebut maka tidak heran jika anak buahnya mengikuti mempercayai nya.Itu sebabnya para ulama, santri, habaib menjadi sasaran empuk para politisi untuk menarik simpati masyarakat.

Suatu hari , ada seorang alumni dan simpatisan ponpes Alkhoirot malang mendatangi KH.A.Fatih Syuhud (pengasuh ponpes Alkhoirot malang) dan bertanya “Kyai, apakah di pesantren Alkhoirot harus memilih pasangan A/B”.Kyai pun menjawab "Memasuki tahun pemilu, santri alkhoirot tidak menganut keberagaman hak pilih dengan kata lain BEBAS AKTIF” *

Dari pernyataan tersebut, kita bebas untuk memilih calon pasangan sesuai hati kita masing-masing dengan syarat tanpa menjatuhkan dan menyebar keburukan calon pasangan yang tidak kita sukai.Kita bisa melihat track record masing-masing calon pasangan pilpres guna menyakinkan siapa yang pantas memimpin Indonesia.

Perbedaan itu adalah rahmat, siapapun pasangan calon yang menang yang kalah akan ikut mendukung yang menang.Mari kita ciptakan demokrasi politik Indonesia dengan damai, bebas, aktif tentunya bebas dengan Hoaks.


*Pendapat Tersebut disampaikan saat sambutan pada acara Haul Pendiri Ponpes Alkhoirot 2 oktober 2023 lalu

*Penulis adalah mahasiswa semester 3 Prodi PAI STIT Ibnu Sina Malang. Tulisan ini memuat ide dan gagasan dari penulis.

Komentar