Oleh: Taufiq Wr Hidayat*
Kelemahan telak Reksi Dorna adalah putra kandungnya, Bambang Aswatama. Seorang ahli agama, guru ketuhanan, dan begawan perang, Reksi Dorna sangat menyayangi putranya lebih dari apa pun di jagat raya ini. Seluruh harta, jiwa-raga, dan ilmunya ia persembahkan dan akan ia wariskan pada Bambang Aswatama.
Ia berharap Bambang Aswatama kelak meneruskan kekuasaannya sebagai resi agung Ngastinapura. Bagai kebanyakan seorang ahli atau tokoh agama yang cenderung mewariskan perguruan pada anaknya. Dan anak dari seorang tokoh agama selalu dibangga-banggakan meneruskan ketokohan orangtuanya sebagai trah ahli agama.
Begitu juga dengan politisi, seorang pemimpin politik cenderung memoles dan mengagung-agungkan putra-putrinya untuk meneruskan atau kelak menggantikan posisi formal yang pernah dijabatnya. Atau setidaknya memegang kekuasaan. Sebagaimana kebanyakan orang tua yang lazim membangga-banggakan anaknya, Reksi Dorna pun sangat mengutamakan dan membangga-banggakan Bambang Aswatama. Dialah putra harapan bangsa dan negara, ujarnya. Segala-galanya.
Basudewa berspekulasi. Jika seandainya Bambang Aswatama mati, Reksi Dorna tak akan punya alasan tetap hidup. Ia akan menyerahkan nyawanya, lantaran tak ada lagi harapan dalam hidupnya. Trah seorang ahli agama dan guru agung bakal lenyap dalam sejarah, jika sang anak yang dibanggakan telah tewas terlebih dahulu sebelum orangtuanya. Tapi membunuh Bambang Aswatama adalah urusan lain. Tak mudah menumbangkan Bambang Aswatama dalam waktu singkat, sang anak resi yang pongah dan menepuk-nepuk dada mewarisi kesucian bapaknya.
“Bunuh Esti Aswatama!” perintah Basudewa. “Lalu teriakkanlah ke mana-mana, bahwa Aswatama sudah tewas!” pungkasnya dengan senyum yang licik penuh muslihat.
“Kita tidak boleh berdusta. Itu bukan sikap kesatria,” ujar Yudistira, kesatria jujur yang tolol saat mempertaruhkan segala-gala dalam permainan dadu.
“Kita tidak berbohong. Dan engkau tak perlu berbohong. Katakanlah dengan sebenarnya, bahwa Esti Aswatama memang benar-benar telah mati, jika Reksi Dorna bertanya padamu,” jawab Basudewa.
Esti Aswatama adalah nama seekor gajah milik Pandawa. Gajah itu dibunuh. Dikorbankan. Seluruh pasukan berteriak-teriak girang.
“Aswatama mati!”
“Aswatama tewas!”
“Aswatama habis!”
“Modar!”
“Mampus!”
Siasat itu berhasil. Mendengar Aswatama mati, seluruh tubuh Reksi Dorna menjadi dingin. Kecongkakannya meredup. Ia lupa, hanya Hyang Widi yang berhak sombong, bukan dirinya sesuci apa pun. Tubuhnya yang tua menjadi semakin renta, melemah, seluruh kesaktiannya runtuh. Segenap ilmu agama dan ilmu ketuhanannya tak berfungsi lagi. Lenyap. Ia menyerahkan nyawanya. Dengan tangkas, dipenggallah kepala Reksi Dorna. Sang begawan perang, tokoh dan guru agama yang agung itu pun ambruk mengakhiri keabadiannya di dunia.
Agaknya tak mudah menjadi seorang yang mengajarkan ilmu, menjadi seorang ahli ketuhanan atau tokoh agama. Ia akan diserang ketergantungan atau pemujaan keturunan yang tak lain bentuk pemujaan terhadap dirinya sendiri. Ditipu kebanggaan-kebanggaan, ditipu keahliannya sendiri, ditipu kecongkakannya sendiri, diperdaya kesombongan membangga-banggakan anaknya dan murid-muridnya sendiri yang telah dianggap berhasil. Reksi Dorna dibunuh keagungannya sendiri. Begitulah sang penguasa.
Ah.. .
Tapi siapa sebenarnya para penipu, atau siapa sesungguhnya yang paling mungkin bisa melakukan penipuan? Penipu yang tertipu itu bisa saja Reksi Dorna dengan mulutnya yang manis mendayu-merdu. Tapi siapa yang menipu penipu? Pada sisi lain, di situ Basudewa pun menipu. Tinggal siapa dan atas kepentingan apa peristiwa itu dilihat atau dikerjakan.
Dunia tak pernah selamanya hitam dan putih. Begitu pula sejarah. Para penipu itu---sebagaimana dalam lagu “Kuda Lumping” (SWAMI II, 1991) yang dinyanyikan Iwan Fals dan Sawung Jabo, tak lain adalah mereka yang “berbaju sutra”, sehingga dengan baju kehormatannya itu ia “pandai menipu”. Dan mulutnya “berbau busuk”, yang berusaha terus menerus “mempertahankan hidup yang busuk”.
2023
*Penulis adalah budayawan Banyuwangi, buku yang paling dikenal adalah kitab kelamin.
Komentar
Posting Komentar