Sehat Mental, Bincang-Bincang Ketabuan

Mental health (Randugati, Pixabay.com)

Oleh: Dina Shafira*

Merinding ya, sosial media banyak beredar tentang kasus bundir (bunuh diri) dan lain sebagainya. Teringat akan bahaya tersebut, saya juga pernah menemui secara langsung seseorang yang ingin mengakhiri hidupnya, mulai dari menyayat tangannya, mengkonsumsi obat terlarang, bahkan tidak sedikit dari mereka masuk sel penjara atau pengobatan sesuai dengan pakar ahlinya.

Dari sini saya sadar akan pentingnya akan pengetahuan tentang kesehatan mental, minimal dengan rasa empati diri kita ke lingkungan sekitarnya,  pendekatan dengan tuhan yaitu hal utama, minimnya memanusiakan manusia, juga stigma sosial masyarakat tentang kesehatan mental sangat banyak dari opini masyarakat bahwa hal itu terutama anak muda yang seringkali “putus asa”.

Menurut World Health Organization (WHO), per 28 Agustus 2023, lebih dari 700.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya dan bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi keempat pada usia 18-29 tahun.

Dari informasi komnasperempuan.go.id juga dataindonesia.id orang dengan gangguan jiwa di Indonesia sekitar 20 % dari 250 juta jiwa penduduk secara keseluruhan belum memiliki layanan kesehatan jiwa yang aksesibel hingga di tingkat provinsi yang menunjukkan tidak semua orang dengan masalah gangguan jiwa mendapatkan pengobatan yang seharusnya.  

Berdasarkan data Kepolisian RI (Polri), sebanyak 663 kasus bunuh diri terjadi sejak Januari hingga Juli 2023. Jumlah ini meningkat 36,4% dibandingkan periode tahun sebelumnya yang sebanyak 486 kasus.  Kejadian bunuh diri ini terjadi di 28 provinsi sepanjang tahun 2023 terus berjalan, kejadian tersebut paling banyak terjadi di Jawa Tengah yakni 253 kasus.  Sebanyak 128 kasus bunuh diri terjadi di Jawa Timur. Kemudian, terdapat 61 kasus bunuh diri yang terjadi di Bali.  Ada pula 39 kasus bunuh diri yang terjadi di Jawa Barat pada Januari hingga Juli 2023. Lalu, peristiwa bunuh diri yang terjadi di Yogyakarta dan Sumatera Utara masing-masing sebanyak 31 kasus dan 28 kasus.

Dalam sebuah negara ini dengan stigma bahwa orang dengan permasalahan kesehatan mental itu adalah orang yang nggak bener, jadi stempelnya negatif melekat di negara ini untuk berbicara masalah mental tidak terbiasa orang berbicara menengenai hal itu kalau melihat persoalan ini memang kita nggak biasa ngomongin mental health. sudah saya jelaskan di atas bahwa cerita tentang seseorang yang memang butuh pertolongan dengan lebel negatif yang masalah itu harus diasingkan dalam masyarakat sehingga mereka memilih ke jalan yang tidak semestinya, dia juga tidak tahu arah tujan hidupnya sehingga luka batin itu di simpan dan seketika itu meledak hingga mereka melarikan dirinya ke hal negatif, dan saya berfikir bahwa mereka juga melakukan hal itu karena sebah penolakan yang ia alami.

Bahwa kita itu manusia kita bisa ada kekurangan secara fisik kekurangan secara mental dan itu semua bisa  membuat banyak orang lain juga mulai terbuka, bahwa mereka itu ada kekurangannya dan hal wajar kita lemah kecewa dimata Tuhan kita berserah diri kepada-NYa dan tak lupa Tuhan juga memberi ketenangan di dalamnya. Orang yang ingin mengakhir hidupnya juga sebagian dari mereka yang memang tidak ada niatan untuk melakukan hal itu, "Yaudah lah mati saja kali ya?, Lompat dari gedung atau minum racun tikus lebih baik mati saja sekarang!". Mereka juga ingin hidupnya yang baik saja dari sebelumnya, meskipun ada dorongan dalam diri seseorang untuk mengakhiri hidupnya, bukan berarti mereka benar-benar ingin mati.

Terkadang, seseorang mungkin mencoba mengakhiri hidupnya sebagai cara untuk meminta bantuan atau mengekspresikan rasa putus asa mereka. Dalam situasi seperti ini penting untuk segera mencari bantuan medis dan dukungan sosial.

Mungkin stigma masyarakat dizaman sekarang mulai terbuka perlahan meskipun hal itu sebagian dari masyarkat indonesia masih pasif akan pengetahuan kesehatan mental. Dulunya kan masih tertutup dengan berbagai stigma masyarakat dan kurangnya literasi akan hal itu, di era sekarang mulai terbuka karena banyak dari mereka psikolog dan psikiater yang membuka wadah untuk orang sekedar bercerita keluh kesah hidupnya, karena the power of digital sangat berkontribusi dalam hal ini. 

The power of digital dalam kesehatan mental terlihat melalui platform daring atau influencer yang menyediakan forum dukungan, informasi dan alat self-help bagi individu yang membutuhkannya. “Teknologi digital telah memungkinkan para profesional kesehatan mental untuk mencapai lebih banyak orang bahkan di daerah terpencil dengan layanan konseling jarak jauh”. Hal itu meningkatkan pendekatan terhadap kesehatan mental, memberikan akses dan sumber daya yang lebih besar kepada individu sebagai wadah tempat bagi mereka membutuhkan.

Di lingkungan  sekitar pemikiran yang menyatakan bahwa seorang laki-laki harus kuat, namun hal ini tidak harus melekat pada diri seorang laki-laki atau perempuan, jadi harus terlihat sempurna bahwa kebanyakan tidak boleh menangis dengan lebel “Mental lembek” stigma itu  tidak dibenarkan kekuatan bukanlah karakteristik yang hanya dimiliki oleh laki-laki. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kekuatan fisik, mental, dan emosional yang berbeda-beda. Kekuatan tidak tergantung pada jenis kelamin seseorang, tetapi lebih pada individu dan pengalaman hidup mereka jadi seberapa luka orang itu berbeda juga.

Menuntut kebanyakan laki-laki untuk selalu kuat dapat memberikan tekanan yang tidak sehat pada mereka. Hal ini dapat menyebabkan penekanan emosional, kesulitan dalam mengungkapkan perasaan, dan masalah kesehatan mentalnya laki pun juga bisa merasakan hal yang sama jika ingin menangis tidak apa mau itu nampak orang lain atau sembunyi pun juga hal wajar.

Mengubah pandangan tentang kekuatan dan menghilangkan stigma bahwa laki-laki harus selalu kuat dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dengan pendekatannya di mana setiap individu dapat merasa bebas untuk menjadi diri mereka yang sebenarnya tanpa takut dihakimi atau pun rasa malu untuk mengungkapkan hal itu dan juga pentingnya speak up yang ia rasakan.

Kalau pun merasa lelah pastinya tubuh terdapat berbagai cirinya, bisa juga dialihkan dengan terapi berbicara dilakukan dengan orang terdekat atau kegiatan yang memang digemari olah raga, nonton film dll, ketika tubuh mendapati banyak tekanan dalam hidupnya lakukan meditasi juga bisa dicoba pasti dalam dirinya akan terbesit sebuah pertanyaan, "Maunya saya apa?. Tujuan hidup saya mau bagaimana?”. Kemudian menjaga pola makan dengan memastikan tubuh mendapatkan nutrisi yang cukup dan seimbang.

Dan memperkuat dukungan sosial dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan dengan memberikan individu sumber dukungan dengan orang terdekat juga mengatur pola makan. 

Informasi tentang  kesehatan mental yang ada di kota saja sangat lah minim apalagi kita di daerah terpencil sangatlah asing dalam informasi kesehatan mental, beberapa daerah orang yang memiliki gangguan jiwa semisal dari pihak keluarganya lebih memilih dikurung dalam ruang, dijauhkan dari masyarakat, bahkan di pasung juga hal yang biasa di daerah itu dengan alasan tidak mau meresahkan di lingkunganny mereka tinggali dengan orang yang gangguan mental seperti itu. Sebenarnya ada beberapa komunitas yang mengulurkan tangan bagi mereka yang membutuhkan sebagai relawan atau tempat yang menampung gangguan kesehatan mental, ditempat tinggal saya tempat bernama Pondok Pesantren Az-Zaini di Kabupaten Malang adalah sebuah lembaga yang menampung dan memberikan perawatan khusus bagi orang dengan gangguan kesehatan mental. Dalam hal ini, mereka memberikan perawatan, terapi, dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasien mereka.

Dan data informasi yang saya ketahui di Kabupaten Malang terdapat beberapa relawan yang membantu orang dengan gangguan kesehatan mental. Beberapa organisasi dan program yang mungkin dapat memberikan dukungan dan bantuan antara lain NAMI Maryland: NAMI (National Alliance on Mental Illness) adalah organisasi nirlaba yang berfokus pada dukungan, edukasi, dan advokasi untuk individu dengan gangguan kesehatan mental dan keluarga mereka. 

Mereka memiliki program relawan yang mungkin dapat membantu di Kabupaten Malang, dan American Red Cross: American Red Cross menyediakan kesempatan relawan dalam bidang kesehatan bencana dan kesehatan mental. Meskipun tidak secara khusus terkait dengan Kabupaten Malang, program ini mungkin dapat memberikan dukungan dalam situasi bencana atau keadaan darurat di daerah tersebut.

Banyak di antara kita sering merasa cenderung menolak menerima kenyataan atas kehadiran luka, seperti luka emosional, trauma, atau kegagalan dalam hidup. Terkadang, kita khawatir bahwa dengan menerima keberadaan luka tersebut, kita akan terlihat lemah atau rentan di mata orang lain. Namun, pada hakikatnya, menerima bahwa kita bisa merasa lemah sesaat ketika kita berurusan dengan luka atau rasa sakit adalah langkah penting dalam perjalanan menuju penyembuhan dan pertumbuhan pribadi.

Kenyataan bahwa kita bisa menjadi lemah sesaat adalah refleksi diri kita sikap dari manusia pada  umumnya, Ketika kita menghadapi luka atau kesulitan menjadi rentan adalah reaksi alami dan bukannya tanda kelemahan. Ini adalah cara bagi kita untuk berhubungan dengan perasaan-perasaan yang muncul akibat luka tersebut. 

Kalau kamu merasa lelah, sedih, marah, kecewa, stres inget! Tidak selama kamu terpuruk dalam waktu yang lama, nanti bakal selesai, waktu yang membuat kita akan terbiasa dan mudah melewatinya. Ada saat nya di mana kamu akan bahagia, yang kamu alami akan ada massanya tidak semua harus terjadi sekarang kan? Bahkan tidak semua orang prosesnya sama, jangan bandingin proses kamu sama dengan orang lain yang kamu temui. Peluk jauh untukmu, “Di antara reruntuhan Luka ada serpihan di hidupmu yang membuat kamu ingin Tumbuh”.


(*)  Penulis adalah Mahasiswa Semester 3 Prodi PAI di STIT Ibnu Sina Malang. Ia adalah salah satu anggota Pusat Kajian Pendidikan dan Kebudayaan Avicena.

Tulisan ini adalah buah pikir dan ide dari penulis. 

Komentar