![]() |
multaqo.com |
Multaqo - Tidakkah engkau melihat Tuhan menciptakan langit yang berlapis tujuh, dengan matahari sebagai sumber penerang, lalu Ia tumbuhkan dari bumi, tidak hanya sebagai tanda kekuasaan namun juga sebagai rahmat bagi semua.
Kutipan pada QS: an-Nuh 14-16 menunjukkan bahwa kita sebagai manusia seharusnya tidak pernah berhenti bersyukur. Di samping masih dijamin kehidupan kita, juga masih diberi kesehatan dan ragam solusi atas segala permasalahan.
Kita boleh mengeluhkan apa saja kepada Tuhan, bahkan memang menjadi satu perintahNya. Karena semakin sering menyebut NamaNya, semakin sering meminta Kepada-Nya, justru Tuhan lebih suka dengan suara-suara yang meminta hanya kepadaNya.
Tidak hanya itu, dengan rahmat kesehatan dari Tuhan, kita bisa melakukan apa saja, apa pun yang bernilai kemanfaatan. Baik bagi diri kita, pun untuk orang lain.
Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah ketulusan hatinya. Tidak jarang, karena kemanfaatan itu dirasakan oleh orang lain, kita justru merasa perlu dihormati, perlu dihargai, akhirnya muncul rasa tidak ikhlas ketika apa yang kita lakukan ternyata tidak dibalas sesuai dengan ekspektasi kita.
Satu contoh, anda semisal adalah ahli akuntan. Bagaimanapun bentuk laporan keuangan di pekerjaan anda diselesaikan dengan baik. Dengan harapan akan segera naik gaji.
namun, ekspektasi itu pupus, walaupun anda bekerja dengan baik, namun gaji anda sama seperti bulan-bulan sebelumnya.
Kalau anda berpikir pendek, maka tindakan yang akan dilakukan adalah menurunkan profesional kinerja anda. Kemudian malas-malasan. Bahkan sering ijin tidak masuk kerja.
Apakah itu kemudian dapat merubah kondisi atasan anda? Iya tentu, tapi tidak akan sesuai dengan ekpektasi anda.
Akhirnya, anda mendapat sorotan tidak baik, lalu dikeluarkan dari pekerjaan anda. Siapa yang rugi? Anda bisa jawab sendiri.
Tetapi jika kita berpikir dengan korelasi rasa syukur, akan berbeda hasilnya.
Pertama, anda memiliki kemampuan yang tentu itu adalah potensi dari Tuhan. Ketika anda memanfaatkan itu dengan baik, menjaga profesionalisme anda, menjaga potensi yang diberikan Tuhan, tanpa ekspektasi yang macam-macam, hanya cinta saja kepada potensi yang diberikan Tuhan. Saya yakin, rejeki atau penghargaan apapun itu akan datang dengan sendirinya.
Salah satu pesan Mbah Nun ketika maiyahan dulu, yang saya tangkap kira-kira begini; “Bekerjalah dengan cinta, bukan karena uang atau apapun. Karena ketika bekerja hanya karena uang, maka ketika uang itu tidak lagi didapat, pekerjaan itu akan terbengkalai.”
Inti dasarnya adalah mencintai pekerjaan itu dengan baik. Dalam pendekatan islam dikenal dengan khusyu’ dan istiqamah. Karena apapun yang dikerjakan dengan istiqamah, akan bernilai luar biasa. Sehingga konsep rejeki yang tak disangka-sangka itu benar adanya.
Mengapa? Karena tanpa landasan uang pun, rasa syukur kita atas kecerdasan yang diberikan oleh Tuhan, tetap kita syukuri dan kembangkan. Bentuk rasa syukurnya adalah istiqamah dan khusyu’ dalam bekerja, survive dalam kondisi apapun.
Kedua, Seharunya kita tidak mudah menyerah, dengan menyadarkan apapun kondisi kita kepada Tuhan, berarti kita tidak mengingkari bahwa potensi itu dari Tuhan.
Bentuknya apa? Kita tetap melakukan pekerjaan kita atas potensi dan kesehatan yang masih diberikan oleh Tuhan, terus menerus, gagal lalu bangkit lagi, begitu seterusnya. Tanpa meninggalkan tawakkal kita kepada Tuhan.
Artinya apa? Bahwa Tuhan selalu memberikan RahmatNya dalam kondisi apapun. Ketika kita mampu menangkap itu dengan bentuk rasa syukur atas keadaan kita, maka Tuhan tidak segan akan menambah kenikmatan itu. Bahkan lebih besar dari ekspektasi kita yang pernah kita angankan sebelum menyandarkan semuanya kepada Tuhan.
Oleh sebab itu, menyadari dan mensyukuri apa saja yang diberikan Tuhan itu memang sulit. Namun kita juga perlu melatih diri, karena dengan melatih diri itulah kita akan terbiasa.
Pepatah jawa mengatakan bahwa trisno jalaran soko kulino. Cinta itu kadang muncul karena keterbiasaan. Sehingga mencintai potensi yang kita miliki, itu juga bagian dari rasa syukur. Dengan catatan kita selalu menyandarkannya kepada Tuhan.
Kalau mampu tidak sombong, kalau gagal tidak mudah menyerah. Maka, berserah diri dan tawakal adalah kunci menjaga konsistensi dan stabilitas hati kita.
Pendek kata, Tuhan pasti mencukupi kebutuhan kita, bekerjalah dengan cinta, karena dengan itulah kita tak akan pernah merasa kecewa.[]
Komentar
Posting Komentar