Boleh Sedih, Tapi Jangan Berlebih


Multaqo - Memaknai kalimat “La tahan innalaha ma'ana” sebagai motivasi agar bertambah keyakinan dan sikap pikir positif, maka sangat dianjurkan. Karena makna kalimat yang berarti menyandarkan diri kepada Tuhan, dalam kondisi apapun, adalah bagian dari proses keimanan kita. 

Siapapun pasti memiliki kesedihan, karena manusia lahir dibekali dengan berbagai sifat, kesukaan dan ragam potensi. Jadi wajar jika setiap manusia memiliki kesedihan lalu diekspresikan.

Kesedihan adalah rasa yang mengalami kesenjangan dari yang awalnya bahagia menuju situasi yang membuat perasaannya berubah, bisa lantaran kehilangan harta benda, atau kehilangan kekasih yang dicintainya. 

Karena kesedihan adalah wilayahnya rasa, maka hal yang perlu kita pahami dan sadari adalah cara mengatasinya, cara mengatur suasana hati. Mengapa? Wilayah rasa muaranya di dalam hati, yang mana hati memiliki kepekaan dan naluri sensitivitas tinggi. 

Jangan bersedih, karena Tuhan bersama kita, adalah bentuk sensitivitas yang harus selalu dikembangkan. Hal ini menjadi dasar proses keimanan seseorang. 

Keimanan bukan hanya wilayah kepercayaan saja, atau keyakinan saja, tetapi konteks pengenalan dan pemahaman yang syarat akan sensitivitas atau kepekaan. 

Boleh saja orang bersedih, karena bisa jadi kesedihan adalah bentuk sensitivitas. Tetapi perlu kita ketahui bahwa setiap kondisi dan perjalanan manusia ada peran utuh yang turut membersamai, yaitu peran Tuhan. 

Maka dari itu, bersedihlah tetapi yang wajar-wajar saja. Karena Tuhan tidak menyukai orang-orang yang berlebihan dalam hal apapun. 

Kesedihan yang semakin diberi ruang, akan menyebabkan gundah dan galau yang berkepanjangan. Kegalauan ini justru yang membuat tidak sedikit dari kita murung, tidak mau makan, berdiam diri, bahkan stres berkepanjangan. 

Apakah ini kerugian? Tentu saja, banyak waktu yang terbuang ketika kesedihan melanda. Waktu adalah peluang, peluang untuk kita berkembang, oleh karena itu, bersedihlah dengan sewajarnya saja, karena Tuhan selalu bersama kita, walaupun kita kurang menyadarinya. 

La tahzan innalaha ma'ana bukan hanya kalimat yang menunjukkan pola keimanan, melainkan juga proses menumbuhkan kepekaan kepada kondisi diri sendiri dan kondisi sosia di antara kita, khususnya sensitivitas kepada Tuhan. []





Komentar