Hidup Tidak Sebatas Menjadi Lilin yang Membakar Dirinya Sendiri

Multaqo - Saya kira hampir dari pembaca yang Budiman sudah mendengar ungkapan “ Jangan hidup seperti lilin, ia menerangi orang lain tapi ia lupa badannya sendiri terbakar.”

Ungkapan ini menjadi satu bentuk kondisi sosial dari seseorang. Dimana ia berbuat baik kepada siapapun, tanpa memikirkan dirinya sendiri. Lalu muncul ungkapan bahwa ia seperti lilin. 

Tentu banyak yang sependapat, walaupun yang memiliki pandangan lain tentang itu juga banyak. Kita bisa mengambil Pangandaran seperti halnya tukang kayu atau tukang bangunan. 

Tidak sedikit di antara mereka yang membangun rumah-rumah megah, namun rumahnya sendiri biasa-biasa saja. Oke, mereka mendapat gaji dari pekerjaan itu, tapi apakah gaji itu yang menjadi poin utamanya? Agaknya bukan, karena yang terpenting adalah kepuasan konsumennya. 

Ketika berbicara tentang kepuasan, seharusnya tidak lagi mengungkit timbal baliknya. Gaji wajib, karena ia bekerja, tetapi apakah kepuasan itu ternilai, baik dari pekerjanya maupun yang menyewanya? 

Dalam pendekatan ilmu tasawuf dijelaskan bahwa orang yang mampu memasukkan kebahagiaan ke dalam hati orang lain, mereka adalah orang yang ikhlas. Ikhlas dalam hal ini menjaga dan menyalurkan profesionalismenya. 

Yang mana, sampai detik ini jarang sekali orang-orang yang benar-benar ikhlas dalam hal apapun. Jika ada, kadang sama sekali tak dihiraukan dan dihargai. 

Multaqo.com


Dalam konteks lilin, yang perlu digaris bawahi adalah konsep kepuasan dan keikhlasannya. Siapapun itu, jika ia memiliki keikhlasan dalam hatinya, dan profesionalismenya untuk memberi kepuasan dan kebahagiaan terhadap orang lain, akan bernilai pahala dan kebaikan. 

Justru terkadang orang lain itulah yang lupa berterima kasih, bahkan mengapresiasi pun tidak, atas jasa yang diberikan oleh sang lilin. Pada dasarnya konteks moral menjadi sangat penting, dalam hal apapun. Dalam ruang apapun, dan – bahkan dalam situasi bagaimanapun. 

Karena menjadi lilin atau tidak, dasarnya adalah cinta dan keindahan. Allahu al Jamal, yuhibbul Jamal. Alah Maha Indah, dan Ia mencintai Keindahan. Prinsip inilah yang seharusnya dimiliki. Ia menjadi lilin jika dengan atas dasar cinta maka keindahan di Mata Tuhan. 

Sebaliknya, ia menjadi sumber mata air namun ia membuat gelombang banjir bandang, sama halnya dengan menyengsarakan. 

Pada dasarnya, yang terpenting adalah ketulusan, moral dan kesadaran. Semoga kita semua selalu dalam naungan cinta dan keindahanNya.[] 




Komentar