Manusia dan Pilihan Kondisi Kehidupannya

Iswaya.my.id - Anda pasti sangat akrab dengan ungkapan "akan indah pada waktunya, bahwa usaha tidak akan menyelingkuhi hasil, manusia berjalan tidak selamnya mulus,  pasti ada sandungannya juga, dst." 

Ungkapan-ungkapan di atas senada dengan apa yang kerap kita dengar, bahwa manusia diciptakan dengan sebaik mungkin oleh Tuhan. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa manusia juga akan menemui masa di mana ia akan terjatuh dan tersungkur.  Bagi sebagian mutakallimin beranggapan bahwa ini adalah proses kausalita, tetapi bagi yang lain ini adalah qadar Tuhan. 


Jika dalam Qs:95,5 disampaikan bahwa "ia akan dikembalikan kepada tempat (kondisi) yang paling bawah." Hal ini dikatakan oleh ibnu Katsir bahwa kondisi paling bawah atau tekstualitasnya adalag neraka hanya bagi mereka yang tidak beriman saja.  Sedangkan bagi Ibnu Abbas dari Ikrimah dikatakan bahwa kondisi yang paling bawah adalah kondisi hina atau umur yang pikun. Tetapi bagi pikun hanya bagi mereka yang tidak menghayati al-quran.  


Hal ini secara interpretatif menunjukkan bahwa kondisi manusia tidak akan selamanya berada pada kondisi terbaik atau selalu di atas,  tetapi juga akan mengalami kondisi terjatuh, tersungkur bahkan terperosok ke dalam lubang yang sangat dalam, bisa jadi kegagalan dalam bisnisnya,  masalah rumah tangga dan lain sebagainya.  


Artinya,  fase-fase kehidupan seseorang akan selalu dilewati,  poin utamanya adalah tentang keyakinan kita kepada kemampuan yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita.  Dengan kata lain, Tuhan menjadi satu poros penting dalam kehidupan manusia yang harus - mau tidak mau dihayati dan dipahami secara mendalam.  


Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu akan berlaku jika pada dasar kesadarannya mengilhami bahwa segala sesuatu adalah ketetapan dan sikap kita akan ketetapan tersebut. Tuhan telah menentukan bagaimanapun kondisi manusia,  tetapi ia juga harus berusaha sebagai wujud iman atas kemampuan dan kelebihan yang diberikan Tuhan kepada manusia. 


Dewasa ini segala sesuatu serba siap saji,  bahkan karir sekalipun siap saji, hal ini menunjukkan bagaimana gerak kehidupan selalu menemui arah dan waktunya.  Manna al-Qattan menyebutnya dengan alur mashalih, ketersesuaian, dan kesinambungan. Di mana kondisi manusia dapat dibuat dan disajikan dengan ragam hias yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.  


Oleh karena itu,  sudah sewajarnya jika sebagai manusia akan menjalani dan melewati ruas-ruas jalan yang berlobang,  penuh kerikil dan debu berterbangan. Toh sebelum itu juga pernah merasakan tidur pulas dan makan enak,  ketika menemukan air maka dahaga menjadi hilang tenggorokan menjadi segar kembali.  


Sehingga,  yang menjadi dan perlu untuk dipahami adalah konteks kondisi tersebut,  manusia mau di atas atau di bawah tergantung pada sikap mensyukuri kekuatan yang diberikan oleh Tuhan,  mau dimanfaatkan atau tidak. Lagi-lagi manusia menemui hak prerogratifnya.


Agar tidak menjadi kaum yang khosirun,  maka perlu adanya kesadaran bahwa penyandaran terbaik adalah kepada Tuhan dan rasa syukur atas apa yang telah diberikan olehNya. Karena tidak ada kemampuan yang - tanpa kehendak darinya.  Hak prerogrtaif manusia hanya sebatas memilih dan menentukan rasa syukur tersebut. []



Komentar