Pendidikan di Indonesia: 78 Tahun Kemerdekaan, 78 Tahun Perjalanan

Ramanda Putra*


Sudah lama pendidikan di Indonesia menjadi sebuah perhatian bersama terutama pasca kemerdekaan Bangsa ini sebuah pertanyaan besar terus melekat : Kemana Pendidikan di negeri ini mengarah?


Banyak sudah lembaga pendidikan berdiri baik yang dikatakan formal maupun non formal atau pendidikan asli Nusantara seperti Pesantren, Padepokan, Peguron, Pawiyatan dan Asrama hingga pendidikan warisan kolonial seperti sekolah dan kampus.


Telah lama sudah persoalan menghinggapi dunia pendidikan yang dirasa berulang-ulang seperti Gaji tenaga pendidik yang tak seberapa, Kasus bullying dan tawuran, hingga Angka putus sekolah yang tinggi. 


Belum lagi persoalan kebijakan hingga kurikulum yang berganti-ganti hingga masyarakat punya slogan tiap menjelang hingga pasca pemilu "ganti menteri ganti kurikulum" atau "ganti pemerintah ganti kebijakan". Entah mengapa ini terjadi apakah pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan mengikuti perkembangan zaman atau ada hal lainnya?

Kompas.com


Dalam beberapa tahun terakhir ini dunia pendidikan di Indonesia menggunakan sistem kurikulum merdeka dikatakan meniru ide dari Ki Hajar Dewantara yang padahal sangat jauh dari apa yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara. Sang bapak pendidikan kita dalam pandangan mengenai pendidikan bahwasanya konsep pendidikan harus relevan dengan garis hidup dan budaya anak, guna menyadarkan dan memahamkan anak tentang kehidupannya sehingga bisa mengangkat martabat bangsa. 


Sementara pendidikan kita hari ini layaknya Konsentrasi yang justru memisahkan dunia pendidikan dengan realitas yang ada dimasyarakat. Selain itu pendidikan kita hari ini layaknya sebuah bank dimana siswa hanya sebagai yang menerima sementara para guru adalah nasabah yang menyetor seperti yang dikatakan oleh Paulo Freire dalam Bukunya Pendidikan Kaum Tertindas yakni ciri-ciri dari pendidikan Gaya Bank, Guru mengajar - murid belajar, guru bicara - murid mendengarkan dan guru bertindak - murid mendengarkan.


Selain itu juga ada ketidakadilan mengenai pendidikan kita, dalam Peta Jalan Pendidikan 2020 - 2035 tidak dimasukkannya peranan lembaga pendidikan seperti Pesantren padahal  sistem ini adalah sistem pendidikan yang efektif sebagaimana diutarakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwasanya Pesantren atau pondok dan asrama, yaitu rumahnya Kyai Guru, yang dipakai buat pondokan santri-santri (Cantrik) dan buat rumah pengajaran juga. Guru dan murid tiap hari bertemu siang dan malam maka pengajaran dengan sendiri selalu berhubungan dengan pendidikan.


Memang sepertinya dunia pendidikan kita hari ini sedang mengalami ujian oleh perkembangan zaman seperti yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Bapak Nadim Makarim "Saat ini, Indonesia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, kita memasuki era dimana masuk kelas tidak menjamin belajar."


Jika sekelas menteri saja mengatakan hal semacam itu, maka dunia pendidikan di Indonesia memang harus benar-benar mencari inovasi terutama bagi mereka yang sedang menempuh pendidikan karna sering kali dijumpai bahwasanya keasikan dalam menempuh pendidikan justru menjadikan mereka berjarak dengan masyarakat sehingga tidak mampu mengenal identitas dirinya ditengah masyarakat. Belum lagi hari ini kita bersiap menghadapi bonus demografi berapa tahun mendatang. Bisakah sistem pendidikan di Indonesia mendukungnya?


___________________________________________________________________________________

*Penulis adalah santri dari Kyai Agus Sunyoto, Kader IPPNU Kab. Malang, Kesehariannya sebagai pendidik di lembaga pendidikan Pesantren Global

Komentar